Skip to main content

Kulafaurasyidin Abubakar Al Shiddiq dan Umar ibn Khattab

Kulafaurasyidin Abubakar Al Shiddiq dan Umar ibn Khattab

Balai Bani Saidah


Bani Saidah adalah keluarga termulia dalam lingkungan sukubesar Khazraj. Saad ibn Ubadah adalah tokoh terkemuka di dalam keluarga tersebut dan bahkan tokoh pertama di dalam Duabelas Al Nuqabak yang ditunjuk Nabi Besar Muhammad pada masa Perjanjian Al Aqabah. Keluarga itu berdiam pada bagian Sauq-al-Madinah, yakni Pasar-Madinah. Balai bani Saidah terletak pada sisi Sauq-al-Madinah itu. Balai itu di dalam suasana biasa merupakan tempat rehat secara santai. Tetapi di dalam hal-hal yang terpandang luarbiasa merupakan tempat sidang dan tempat musyawarah.

Pada saat Nabi Besar Muhammad telah terberita wafat maka kalangan Al Anshar mengadakan sidang pada Balai bani Saidah itu. Saad ibn Ubadah tengah sakit. Ia dipapah orang guna menghadiri sidang itu. Ia diminta berbicara. Karena suaranya tidak mengizinkan lagi, demikian Muhammad Ridha di dalam karyanya Abu-bakar Al Shiddiq cetakan 1950 halaman 20, maka ia meminta puteranya menyampaikan segala buahtuturnya.

Tarikh-al-Thabari, jilid III, mencatat isi pidato Saad ibn Ubadah pada saat itu berbunyi :

’’Kamu, hai kalangan Al Anshar, terdahulu di dalam Agama, termulia di dalam Islam, yang tidak dimiliki kabilah Arab lainnya. Muhammad s.a.w. berdiam belasan tahun dalam lingkungan kaumnya, menyampaikan dakwah supaya menyembah Al Rahman, meng-esakan Al Rahman, melepaskan lain-lain pujaan. Tetapi cuma sedikit yang mau ber-Iman, hingga mereka itu tidak mampu menjamin keselamatan Rasul Allah, tidak mampu memperkem-bang agamanya, bahkan tidak mampu membela diri mereka sendiri.”

’’Allah menganugerahkan rahmat dan nikmat kepada kamu, kemuliaan dan kehormatan, dengan menganugerahkan Iman kepa-da-Nya dan kepada rasul-Nya. Membela rasul-Nya itu dan segala sahabatnya, memuliakannya dan memperkembang agamanya, berjihad menantang segala musuhnya.”

’’Kamu bersikap keras terhadap segala musuhnya, hingga bangsa Arab pada akhirnya tunduk kepada agama Allah. Allah

memberkahi bumi tempat kediaman kamu ini. Dengan pedang kamu itulah tunduk bangsa Arab. Allah mewafatkannya kini, sedangkan dia sendiri menaruh rela kepada kamu, menjadi buah hatinya. Tetapi mereka itu (Al Muhajirin) bertindak hendak merebut pimpinan. Pimpinan itu adalah hak kamu, bukan hak siapapun di luar kamu.”

Ibnu Jurair Al Thabari (wafat 311 H/923 M) hidup pada abad keempat Hijrah. Jikalau benar bahwa begitulah bunyi pidato Saad ibn Ubadah itu, yakni kata demi kata, maka dapatlah dibayangkan pengaruh pidato tersebut terhadap kalangan Al Anshar. Terutama bagi pihak Awwam di dalam kalangan Al Anshar. Konon hampir seluruhnya sependapat untuk menunjuk dan mengangkat Saad ibn Ubadah memegang pimpinan tertinggi, menggantikan Nabi Besar Muhammad. Saad ibn Ubadah sendiri punya hasrat yang besar sekali untuk memegang jabatan tersebut. Bahkan sidang kalangan Al Anshar itu diadakan atas anjurannya dan desakannya.

Kedatangan Abubakar Al Shiddiq

Kalangan Al Muhajirin yang berkerumun-kerumun sekitar rumah Ummul-Mukminin Aisyah dan sekitar Masjid Nabawi itu cepat beroleh berita tentang persidangan kalangan Al Anshar itu. Semuanya ingin datang berbondong-bondong ke tempat persidangan itu akan tetapi dicegat oleh Abubakar Al Shiddiq.

Setelah berunding maka kalangan Al Muhajirin itu cuma mengirim tiga tokoh bagi menghadiri persidangan itu, yaitu: Abubakar Al Shiddiq dan Umar ibn Khattab dan Abu Ubaidah ibn Jarrah. Hal itu diputuskan guna menghindarkan sesuatu kemungkinan.

Ketiga tokoh itu masih sempat mendengarkan bagian terakhir dari pidato Saad ibn Ubadah. Konon Umar ibn Khattab tidak mampu menahan diri saat itu dan ingin maju ke depan bagi menangkis pidato tersebut tetapi dapat dicegat oleh Abubakar Al Shiddiq.

Abubakar' Al Shiddiq, tokoh tua yang disegani segala pihak itu, maju ke depan dengan sikap yang tenang. Tokoh tua itu dikenal dan dihormati dengan panggilan Tsaniu-Itsnain, yakni Tokoh Kedua pada persembunyian di dalam Gua-Al-Tsur, menuruti panggilan yang diberikan Allah Maha Agung di dalam Ayat Al Qur-an (Surah Al Taubat, ayat 41). Dengan sikapnya yang tenang itu iapun berikhtiar menenangkan suasana.

Setelah mengucapkan puji-pujian terhadap Allah Maha Kuasa dan terhadap Rasul-Nya maka iapun memberikan penjelasannya. Iapun mengemukakan jasa-jasa besar yang telah disumbangkan kalangan Al Anshar selama ini, baikpun terhadap kalangan Al Muhajirin sendiri maupun bagi pengembangan agama Islam, dan kemudian menjelaskan kedudukan Rasul Allah di dalam hubungannya dengan sukubesar Kurais. Di antara lainnya, menurut Tarikh-al-Thabari, berbunyi :

’’Allah telah menganugerahkan kepada Al Muhajirin itu sebagai pihak yang paling pertama membenarkannya, ber-Iman dengannya, menderita bersamanya, memikul segala macam azab-siksa, sewaktu sekaliannya masih menantangnya dan memusuhinya. Sekalipun begitu tidaklah kecut walaupun jumlah masih sedikit.”

’’Mereka itulah pihak yang pertama-tama menyembah Allah kembali di muka bumi, ber-iman dengan Allah dan dengan Rasul-Nya. Mereka itulah keluarganya dan lebih berhak dengan pimpin^ sepeninggalnya. Tiada siapapun dapat membantah hal itu kecuali pihak yang sengaja melupakan kenyataan tersebut.”

’’Kamu, o masyarakat Al Anshar, tiada siapapun dapat membantah keutamaan kedudukan kamu di dalam Agama, masuk pihak yang terdahulu di dalam Islam. Allah Maha Kuasa telah rela memanggilkan kamu dengan para Penolong (Al Anshar), baikpun bagi Agama maupun bagi Rasul-Nya.”

”Dia telah ber-Hijrah kepada kamu, dan di dalam lingkungan kamu berada para isterinya dan para sahabatnya. Sesudah pihak Al Muhajirin, maka tiada suatu pihak pun mempunyai kedudukan tinggi seperti kamu. Kami adalah Umarak (Para Penguasa) dan kamu adalah Wuzarak (para Wazir). Kamu adalah tempat berunding dan tiada suatu keputusan pun tanpa kamu.”

Ketenangan sikap dan ketenangan bicara dari tokoh tua itu, yang dipanggilkan Tsaniu-Itsnain pada Gua-Al-Tsur itu, tiada sedikit kesan dan pengaruhnya bagi hadirin. Tetapi tidaklah, semuanya mampu membebaskan dirinya dari kepala panas. Pihak yang betul-betul kena pengaruh oleh pidato tokoh tua itu adalah sukubesar Auss. Akan tetapi beberapa tokoh terkemuka di dalam lingkungan sukubesar Khazraj masih memperdengarkan sanggahannya.

Hubab ibn Munzir dan Umar ibn Khattab

Hubab ibn Munzir Al Anshari, dari keluarga bani Salma, termasuk tokoh terkemuka dalam lingkungan sukubesar Khazraj. lapun cepat menangkis pidato Abubakar Al Shiddiq itu, yang menurut Tarikh-Al-Thabari, diantara lainnya berbunyi :

’’Kamu, hai masyarakat Al Anshar, memegang tampuk kekuasaan di tangan kamu. Mereka itu berada di bawah lindungan kamu, di bawah naungan kamu. Tiada siapapun mampu membantah kenyataan itu. Semuanya tergantung pada pendirian kamu.”

’’Kamu pemilik kemuliaan dan kekayaan, berjumlah besar, tabah, berpengalaman, berkekuatan, berkemampuan. Mereka itu senantiasa'menyaksikan apa yang kamu lakukan.”

’’Jangan kamu sempat berbeda pendapat hingga kedudukan kamu lemah. Jikalau mereka itu enggan menerima kenyataan itu maka jalan satu-satunya ialah: Kami punya Emir dan kamu punya Emir!”

Pidato Hubab ibn Munzir Al Anshari itu cukup keras. Paling akhir memberikan jalan keluar bagi kemelut itu, yaitu: Perpecahan.!
Umar ibn Khattab sudah tidak mampu menahan diri saat itu dan lalu maju ke depan menangkis pidato itu, yang di antara lainnya menurut Tarikh-al-Thabari, berbunyi :

’’Tidak mungkin bahwa dua berada dalam satu tanduk. Allah niscaya akan tidak rela bahwa kamu memegang tampuk kekuasaan, sedangkan Nabi bukan dari lingkungan kamu. Bangsa Arab sendiri niscaya akan tidak enggan menerima pimpinan pihak, yang Nabi berada dari lingkungannya.”

”Itu adalah suatu kenyataan, yang merupakan alasan terkuat bagi setiap pihak yang menantang; Siapa yang menantang wewenang Muhammad dan kekuasaannya?”

’’Kami adalah para walinya dan keluarganya. Pihak yang mempertahankan kebatalan dan ingin membikin keonaran maka pihak itulah cuma yang ingin berkeras kepala !”

Tangkisan Umar ibn Khattab itu terlampau tajam dan keras. Tidaklah heran jikalau reaksi Hubab ibn Munzir AlAnshari lebih keras lagi, yang menurut Tarikh-al-Thabari, berbunyi :

’’Kamu, hai keluarga Al Anshar, kokohkan persatuan. Jangan dengarkan ucapannya dan sahabatnya. Kamu akan kehilangan hak pimpinan. Jikalau mereka itu tidak mau dengar terhadap apa yang kamu tuntut itu, maka usir mereka itu dari daerah ini. Kamu akan lantas menentukan segalanya.”

’’Kamu lebih berhak memegang pimpinan daripada mereka itu. Dengan kekuatan pedang kamu-lah berkembang Agama ini, dan tunduk seluruh bangsa Arab. Jikalau mereka itu tetap berkeras kepala, demi Allah, mari kita ulang kembali sejarah lama !”

Reaksi itu sangat keras sekali. Jalan keluar yang diberikan bukan lagi sekadar pembagian Kekuasaan akan tetapi Perang-Suku yang berkelanjutan menuruti tradisi tua.

Umar menangkis dejigan garang: ’’Allah akan membunuhmu!” Hubab menjawab lebih garang: ’’Engkau, yang akan dibunuh Allah!”
Recent Post

Comments

Popular Posts

Berziarah ke Makam Waliyullah

Adap-adap dalam Berziarah Ke Makam Waliyulloh Ketika mau masuk pintu gerbang makam wali, mulai dengan kaki kanan. Jangan mengeluarkan suara dan hidupkan hati dengan dzikir khofi. Berjalanlah dengan khusu' sampai ke depan pintu makam. Sebelum duduk, sampaikan salam dengan lafadz berikut : Assalamu'alaikum Yaa Waliyyallohi Tahiyyatan Minnii Ilaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu. Artinya : "Salam bagimu wahai kekasih Allah, hormat dariku (sendiri)/dari kami (berombongan) dengan rahmat Allah dan berkah-Nya. Terus membaca surat Al-Faatihah dalam posisi masih berdiri. Selanjutnya duduk bersama-sama dan kontrollah dalam hati agar kondisi dalam keadaan sedang berdzikir khofi. Lalu bertawasullah dengan cara seperti di berikut ini : Bismillahir rahmanir rohimi, Ila hadl rotin nabiyyil musthofa muhammadin shollallohu 'alaihi wa sallama wa 'ala alihi wa ash habihi wa azwajihi wa dzurriyyatihi wa ahli baitihi wa liman dakhola fi baitihi ajma'ina, syay...

Kisah Tiga Bersaudara Mengharap Do'a Nabi Khidir

Kisah Tiga Bersaudara Mengharap Do'a Nabi Khidir Tersebutlah tiga orang dari negeri Syam atau Syria sekarang. Nama mereka sebut saja Ubay, Amar dan Hafid. Mereka bermaksud ke Mekah pada musim haji karena ingin bertemu dengan Nabi khidir AS. Nabi khidir AS konon bisa ditemui siapa saja, namun bagi orang awam di Mekah hanya dapat dicari waktu musim haji Akbar yang wukufnya jatuh pada hari Jum’at. “Berarti kita harus mencari di tengah ribuan manusia.”kata Ubay. “Itulah yang sulit,” keluh Amar. “Tapi harus kita coba, bukan ?” sahut Hafid. Keesokan harinya, berangkatlah mereka menuju tanah suci Mekah. Mereka pergi dengan bekal seadanya saja. Alangkah sulitnya perjalanan pada waktu itu. Telah dua minggu lamanya mereka berjalan kaki. Menempuh padang pasir yang luas dan gersang. Tapi belum juga sampai ke tempat yang dituju. Berbagai macam rintangan telah mereka hadapi. Bukan hanya sekedar kekurangan air dan makanan, tapi juga bahaya yang mengancam jiwanya. Kadangkala mereka harus menghada...

Sunan Kalijaga Berguru Kepada Nabi Khidir

Sunan Kalijaga Berguru Kepada Nabi Khidir Pengantar: Bagian ini memuat sebuah prosa yang dikutip dari Suluk · Linglung. Sebuah kitab klasik semacam kumpulan puisi yang berisi : dialog-pertemuan-dan wejangan Nabi Khidir kepada SunanKalijaga . Suluk ini aslinya berbahasa Jawa. menurut penelitiah : penulis isi dari suluk ini hampir sama dengan Serat Dewa Ruci yang  sebelumnya disinyalir oleh para sejarawan sebagai pertemuan Sunan Kalijaga dengan Nabi Khidir. Karena berupa suluk apalagi berisikan wejangan mahaguru para wali. maka orang awam tidak bisa hanya sekali baca langsung : mengerti. Ajaran-ajaran syari'at- ma'rifat-hakikat tingkat tinggi mewarnai suluk ini. PERTEMUAN SUNAN KALIJAGA DENGAN NABI KHDIR  Sete1ah menjalani latihan berat, berupa puasa dan riyadhah-riyadhah lainnya seperti dikubur hidup-hidup selama beberapa hari, Sunan Kalijaga menghadap gurunya yaitu Sunan Bonang. Berkata Sunan Bonang, "Muridku ketahuilah olehmu, jika kau ingin mendapatkan ...
Copyright © Tunjukilah Aku. All rights reserved.