Skip to main content

KENANGAN INDAH

Kisah Abah Sepuh dari Ibu Hj. Didah Residah

PATURAY TINEUNG  "KENANGAN INDAH"

Hj. Didah Residah Mubarok
Dengan tersentak aku bangun .... masih terba­ring di atas tempat tidurku dalam keadaan setengah sadar kuusap wajahku beristighfar .... Masya Al­lah .... ternyata aku baru saja terbangun dari lelapnya impian. Perlahan-lahan aku bangkit turun dari tem­pat tidur menuju jam dinding, tampak baru jam 02.00. Terus aku menuju jendela kamar, kubukakan terasa angin semilir dingin menerpa wajahku.
Di langit bintang-bintang bertaburan menghiasi kepekaan malam. Terasa sunyi sepi lenyap enyap, hanya ciang-ciang berbunyi gemiring riang jeng­krik menderit-derit rintih dan alunan suara katak bersahutan diiringi gemerciknya air sungai dengan alunan suaranya yang berirama mesra. Dari jauh sayup-sayup terdengar gonggongan anjing mem­belah kesunyian malam, menggonggongi bulan sabit yang tampak bening di sebelah timur di atas punggung gunung yang lerengnya masih terseli­muti gumpalan awan.

Cahaya bintang bagaikan titik yang berkelip­-kelipan tampak dari kejauhan, seolah-olah me­ngajakku ikut serta dengan mereka menari-nari di angkasa luas itu. Sangat terpengaruh suasana ma lam yang tenang, damai clan sahdu, tak terasa air ma­ta berlinang di pelupuk mataku, yaitu membasahi kedua pipiku. Perasaan sedih ham :perih menggoresi hatiku, sehingga tak tertahan lagi sedu sedan naik ke tenggorokan dan pecah dalam sebuah tangisan .... sendiri dikamarku yang sepi ini, Ooh Tu­han .... bukan sekali-kali aku ingkar dari kehendak­ Mu, tetapi teringat ke hari-hari di waktu kecilku berkumpul dengan ayah bunda da.n saudara-sau­daraku merupakan saat-saat bahagia yang tak dapat kulukiskan. Kenyataan kini men,jadi bukti behwa perpisahan merupakan suatu yang amat menyakit- kan. Kedua orang tuaku telah kembali meng­hadapmu hingga dapat berjumpa hanya dalam rnimpi-mimpiku. Dernikian pula saudara-saudara­ku berpisah terpencar menurut panggilan hidupnya masing-masing.
Kini tinggal rindu merumrum kalbu, kebaha­giaan terbayang hanya dalam kenangan, sewaktu kita berkumpul dalam suka dan duka sebagai pen­cenninan hati suci, dasar mustahaq untuk bekal hidup di dunia dan akhirat. Bila tak ingat akan takdir Tuhan
Apa yang akan terjadi"? ....
Oh Tuhan .... semoga engkau melindungiku, dise­lamatkan dunia dan akherat serta senantiasa ber­ada dalam ridhomu.
Masya Allah tak terasa berapa lama aku hanyut dalam lamunanku, secara sadar tirnbul hasratku untuk menumpahkan segala kenangan dan rasa rinduku ini ke atas kertas putih yang tampak suci. Malam ini tak dapat kupicingkan mataku, semua peristiwa clan kenangan nampak jelas terbayang da­lam pelupuk mataku, seakan merupakan rekaman.
Terbayang kala itu aku masih amat kecil, ber­jalan jalan bersama ayah ke Bedeng dan berputar-­putar di sekitar Patapan. Suatu tempat terletak di atas punggung bukit dengan lereng-lerengnya yang ditumbuhi pohon-pohon rindang, hijau dan tampak subur. Dibatasi oleh rumpun-rumpun bambu dan pinggirnya mengalir aliran sungai Citanduy dengan aimya yang bening jerih dan tak tercemar. Terdapat jalan setapak yang melingkar menuju bangunan ru­mah bertapak injuk. Disamping rumah berdiri sebu­ah Mesjid.
Karena letaknya yang melintang di punggung bukit itu, maka pemandangan luas membentang le­pas ke lembah di bawah bukit. Sawah-sawah meng­hijau di antara padi yang mulai menguning, dan ko­lam-kolam ikan dengan airnya berkilat-kilat meman­tulkan percikan sinar matahari. Sepanjang pinggiran kolam ditanami pohon-pohon nyiur dan coklat yang lebat. Di halaman rumah ditanami macam­-macam tanaman seperti: jeruk ragi dengan buah­nya yang memerah kekuning-kuningan, pohon ram­butan dan manggis juga berbagai macam sayuran, Sepanjang aliran sungai Citanduy tumbuh pohon-pohon salak yang juga berfungsi sebagai penahan erosi.
Ayah dan ibu adalah suarni istri yang sangat rajin dan bijaksana. Mereka dibantu dua orang pembantu yang taat dan sangat setia dan dua orang pengasuh bernama Mak Uki dan Mak Emi. Selain itu juga terdapat Bapak H. Hadam dan Ibu Patimah yang bertindak sebagai kepala pembantu Rumah Tangga. Bahkan terdapat juga seorang anak yang sejak berusia 8 tahun diambil sebagai anak angkat bemama H. Abubakar Faqih, yang sampai saat ini sayang dan setia kepada anak dan cucu ayah dan ibu. Ibu sangat rajin berusaha, membuat dodol dan bermacam-macam makanan yang dapat dijual un­tuk membantu meringankan beban suami dalam mencari nafkah.
Kemudian ibu mendahului kami karena telah dipanggil oleh yang kuasa, sehingga ayah yang mengganti tugas ibu membimbingku dan keenam saudaraku, yaitu: 1. Ny. H. Suhanah, 2. Ka H. Mah­mud, 3. Ny. Siti Sa'adah, 4. Ka. H. Shohib (Abah Anom), 5. Ny. Siti Wa'siah, 6. Ny. Siti Residah dan 7. Ny. Siti Sumayah. Selain ketujuh bersaudara masih terdapat seorang kakakku bemama Ny.  Siti Sofiah dan seorang adik bemama H. Noor Anom.
Aku selagi kecil dibimbing oleh ayah dibawa kemana-mana, tidak ketinggalan, maklum aku dan adikku baru saja berusia 6 tahun dan 4 tahun.  pada pagi hari aku dan saudara-saudaraku belajar mengaji di Ki Bilal mesjid Pak Sobari. Semenjak menginjak dewasa aku dan saudara perempuanku atas perintah ayah berpakaian kebaya dan kain juga dengan kerudung di atas kepala. Demikian pa­kaian sahtri wanita di masa itu, hal ini membangga­kan hatiku.
Pada suatu hari, seusai kami minum-minum di pagi hari seperti biasa ayah mengajakku berjalan-­jalan di sekitar Patapan. Di waktu itu ayah bercerita "Anakku, nanti, dikemudian hari Patapan ini akan menjadi ramai .... , tebing-tebing ini berikut jurang terjal dan curam akan dibikin rata oleh Noor Anom sehingga nantinya bisa dibangun Sekolah serta yang menjadi pimpinannya adalah Noor Anom sendiri. Anak itu sekarang masih sangat kecil dan ayah sekolahkan dahulu jurusan agama. Dan jalan setapak ini akan diperbesar dan di aspal agar dapat dilalui mobil. Dan di kemudian hari Patapan ini akan men­j adi kota kecil dengan penerangan listrik dan penuh dengan gedung-gedung yang dibangun oleh anak cucuku. Dan akan dikunjungi beribu-ribu tamu, yang datang dari mana-mana, menemui kakakmu yang menjadi pengganti ayah?"
Baca selanjutnya.... Cerita Ayah
Recent Post

Comments

Popular Posts

Berziarah ke Makam Waliyullah

Adap-adap dalam Berziarah Ke Makam Waliyulloh Ketika mau masuk pintu gerbang makam wali, mulai dengan kaki kanan. Jangan mengeluarkan suara dan hidupkan hati dengan dzikir khofi. Berjalanlah dengan khusu' sampai ke depan pintu makam. Sebelum duduk, sampaikan salam dengan lafadz berikut : Assalamu'alaikum Yaa Waliyyallohi Tahiyyatan Minnii Ilaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu. Artinya : "Salam bagimu wahai kekasih Allah, hormat dariku (sendiri)/dari kami (berombongan) dengan rahmat Allah dan berkah-Nya. Terus membaca surat Al-Faatihah dalam posisi masih berdiri. Selanjutnya duduk bersama-sama dan kontrollah dalam hati agar kondisi dalam keadaan sedang berdzikir khofi. Lalu bertawasullah dengan cara seperti di berikut ini : Bismillahir rahmanir rohimi, Ila hadl rotin nabiyyil musthofa muhammadin shollallohu 'alaihi wa sallama wa 'ala alihi wa ash habihi wa azwajihi wa dzurriyyatihi wa ahli baitihi wa liman dakhola fi baitihi ajma'ina, syay...

Kisah Tiga Bersaudara Mengharap Do'a Nabi Khidir

Kisah Tiga Bersaudara Mengharap Do'a Nabi Khidir Tersebutlah tiga orang dari negeri Syam atau Syria sekarang. Nama mereka sebut saja Ubay, Amar dan Hafid. Mereka bermaksud ke Mekah pada musim haji karena ingin bertemu dengan Nabi khidir AS. Nabi khidir AS konon bisa ditemui siapa saja, namun bagi orang awam di Mekah hanya dapat dicari waktu musim haji Akbar yang wukufnya jatuh pada hari Jum’at. “Berarti kita harus mencari di tengah ribuan manusia.”kata Ubay. “Itulah yang sulit,” keluh Amar. “Tapi harus kita coba, bukan ?” sahut Hafid. Keesokan harinya, berangkatlah mereka menuju tanah suci Mekah. Mereka pergi dengan bekal seadanya saja. Alangkah sulitnya perjalanan pada waktu itu. Telah dua minggu lamanya mereka berjalan kaki. Menempuh padang pasir yang luas dan gersang. Tapi belum juga sampai ke tempat yang dituju. Berbagai macam rintangan telah mereka hadapi. Bukan hanya sekedar kekurangan air dan makanan, tapi juga bahaya yang mengancam jiwanya. Kadangkala mereka harus menghada...

Sunan Kalijaga Berguru Kepada Nabi Khidir

Sunan Kalijaga Berguru Kepada Nabi Khidir Pengantar: Bagian ini memuat sebuah prosa yang dikutip dari Suluk · Linglung. Sebuah kitab klasik semacam kumpulan puisi yang berisi : dialog-pertemuan-dan wejangan Nabi Khidir kepada SunanKalijaga . Suluk ini aslinya berbahasa Jawa. menurut penelitiah : penulis isi dari suluk ini hampir sama dengan Serat Dewa Ruci yang  sebelumnya disinyalir oleh para sejarawan sebagai pertemuan Sunan Kalijaga dengan Nabi Khidir. Karena berupa suluk apalagi berisikan wejangan mahaguru para wali. maka orang awam tidak bisa hanya sekali baca langsung : mengerti. Ajaran-ajaran syari'at- ma'rifat-hakikat tingkat tinggi mewarnai suluk ini. PERTEMUAN SUNAN KALIJAGA DENGAN NABI KHDIR  Sete1ah menjalani latihan berat, berupa puasa dan riyadhah-riyadhah lainnya seperti dikubur hidup-hidup selama beberapa hari, Sunan Kalijaga menghadap gurunya yaitu Sunan Bonang. Berkata Sunan Bonang, "Muridku ketahuilah olehmu, jika kau ingin mendapatkan ...
Copyright © Tunjukilah Aku. All rights reserved.