Skip to main content

Kisah Wali Songo


Kisah Wali Songo
 
Pendahuluan

Pada era globalisasi ini, hampir semua bidang kehidupan rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam telah dirambah oleh bangsa lain, terutama bangsa barat yang note bene bukan Islam bahkan cenderung tidak menghiraukan norma-norma agama.

Pesta film dari Hollywood tidak lagi harus ditonton melalui layer perak di  gedung bioskop, melainkan langsung masuk ke dalam rumah dan disodorkan di hadapan anak-anak dan generasi muda kita. Kita sudah tahu jenis hiburan apa saja yang disajikan para produser Hollywood untuk meracuni benak dan cara berpikir generasi muda di Indonesia ini.

Pornografi, kekerasan dan tindak anti sosial lainnya. Ironisnya hal itu ternyata malah akrab dengan hidup keseharian kaum muda kita. Mereka lebih suka menikmati film-film import ketimbang film buatan dalam negeri.

Belum lagi jalur Internet yang bebas sensor memasuki layar komputer kita. Dari internet tersebut seorang pelanggan dapat melihat tampilan majalah porno dan sekaligus mengcopy gambar-gambar bebas aurat tampa 
dikenakan sanksi apapun.


Jalur Internet bisa bermanfaat bagi kita, terutama para mahasiswa kita yang duduk diperguruan tinggi, karena mereka dapat menyerap informasi dengan biaya murah dalam waktu cepat. Tapi sisi negatif dari masuknya internet, film asing, budaya asing dan sebagainya tetap dapat  membahayakan generasi muda kita.

Karena itu kita tak usah heran bila membaca surat kabar di Surabaya yang menampilkan artis penari telanjang sedang berpose bersama pengunjung suatu club karaoke.

Itulah bukti intervensi budaya asing yang tak dapat disaring dan dibendung lagi oleh orangorang yang tidak beriman.

Kami sengaja menyusun buku Wali Sanga ini adalah dengan harapan agar para orang tua, para guru dan para penulis scenario maupun penulis buku lainnya mempunyai wawasan lebih luas. Betapa banyak sebenarnya budaya, legenda dan cerita rakyat Islami yang pantas dikemas dengan penampilan canggih untuk ditampilkan kepermukaan agar memikat, menarik perhatian generasi muda sehingga mereka bercermin diri dan merasa bangga. Oh, ternyata ada juga kisah yang pantas dikagumi dan diteladani.

Buku yang berisi riwayat para penyebar agama Islam di Nusantara ini, dimaksudkan sebagai masukan data, sumber inspirasi para penulis scenario drama, sinetron, film dan sebagainya untuk ditampilkan lagi dengan suasana yang lebih memikat di hati para permisa.

Para Wali tersebut, kebanyakan sakti, berkaromah, lebih hebat ketimbang  Pendekar Ulat Sutra maupun Pemanah Burung Rajawali. Para Wali bersifat luwes, tegas, agung, berwibawa, belas kasih, dan telaten dalam membina masyarakat yang masih awam maupun masyarakat yang sudah mapan pengalamannya terhadap pengetahuan agama.

Kami tidak hanya menuliskan tentang riwayat Wali Sanga itu sendiri, melainkan juga menenuliskan riwayat sebagaian murid-murid dan orang-orang terkenal yang erat kaitannya dengan sejarah hidup Wali Sanga. Kaum orientalis dan mereka yang memusuhi Islam telah menuduhkan suatu kebohongan besar atas sejarah Wali Sanga, ini dapat kita lihat pada dialog antara Sunan Kalijaga dengan Prabu Brawijaya yang termuat dalam Serat Darmo Gandul. Di situ penulis Darmo Gandul sengaja melecehkan ajaran-ajaran agama Islam dan mendiskreditkan Raden Patah selaku Sultan Demak Bintoro sebagai anak durhaka karena berani menyerang ayahandanya selaku Raja Majapahit. Padahal Majapahit bukannya jatuh oleh Demak, melainkan oleh seorang raja Keling atau Kediri. Baru sesudah itu pihak Demak yang note bene pewaris Kerajaan Majapahit menyerang Raja Girindrawardhana dari Kediri.

Ada juga data nyleneh dari Babad Tanah Jawa yang harus kita waspadai sebagai penyusupan tangan-tangan jahil atas kesucian diri para Wali. Selaku muslim yang baik tentu kita tidak boleh tinggal diam atas intervensi ini. Itulah sebabnya kami sengaja menyusun buku ini dengan versi yang agak lain dari yang sudah ada. Bukannya kami mengada-ada, tetapi menampilkannya kembali dari sudut pandang yang berbeda. Dan jelas akan menyimpang dari literature yang ada.

Para Wali sama sekali tidak menggunakan kekerasan untuk berdakwah. Mereka menempuh jalan damai, dakwah bil hal, dengan tingkah laku dan perbuatan mereka sendiri yang sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga tampaklah mutu dan ketinggian agama Islam yang sangat demokratis itu.

Mereka juga memanfaatkan media masyarakat pada saat itu sebagai sarana penunjang dakwah. Mereka berusaha keras menciptakan budaya baru yang penuh kreatifitas sehingga lahirlah aneka jenis mainan dan dolanan anak-anak yang bernafaskan falsafah Islami, baik berupa tembang atau lagu, gending tarian dan aneka jenis permainan lainnya.

Mereka juga menciptakan sastra Jawa yang sangat tinggi nilai estetis dan falsafahnya, seperti Suluk, lakon Wayang Caranga Dewa Ruci, dan beberapa karya sastra lainnya. Kisah perjuangan mereka sangat unit. Pada 
saat berhadapan dengan rakyat jelata, rakyat awam, orang-orang sakti, para sarjana (Brahmana dan pendeta Budha) maupun ketika berhadapan dengan para penguasa.

Kita menuju keberhasilan mereka pantas kita renungkan, kita jadikan pijakan untuk melangkah di jaman modern ini dengan tantangan dakwah yang berbeda namun pada hakekatnya sama yaitu MENGEMBANGKAN AGAMA ISLAM di daerah masing-masing.

Maulana Malik Ibrahim, also known as Syekh Maghribi, is generally considered to be the 'father' of the Wali Songo. Little is known about his origins, although it has been suggested that he came either from Persia, Turkey, or Northern India. A possible date for his arrival in Java is A.D. 1404. As one of Indonesia's pioneers in the spreading of the Islamic faith, he was based in East Java and attracted converts in the region of Gresik, where he died in 822 H. (A.D. 1419). His tombstone is of particular interest, since it was not made locally but ordered and shipped to Java from Gujarat in north western India. The stone, carved from white marble and intricately inscribed with Arabic letters, is one of a very few which have found their way to Indonesia. Other examples are known to exist in Palembang and in the North Sumatran province of Aceh.

*****
Recent Post

Comments

Popular Posts

Berziarah ke Makam Waliyullah

Adap-adap dalam Berziarah Ke Makam Waliyulloh Ketika mau masuk pintu gerbang makam wali, mulai dengan kaki kanan. Jangan mengeluarkan suara dan hidupkan hati dengan dzikir khofi. Berjalanlah dengan khusu' sampai ke depan pintu makam. Sebelum duduk, sampaikan salam dengan lafadz berikut : Assalamu'alaikum Yaa Waliyyallohi Tahiyyatan Minnii Ilaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu. Artinya : "Salam bagimu wahai kekasih Allah, hormat dariku (sendiri)/dari kami (berombongan) dengan rahmat Allah dan berkah-Nya. Terus membaca surat Al-Faatihah dalam posisi masih berdiri. Selanjutnya duduk bersama-sama dan kontrollah dalam hati agar kondisi dalam keadaan sedang berdzikir khofi. Lalu bertawasullah dengan cara seperti di berikut ini : Bismillahir rahmanir rohimi, Ila hadl rotin nabiyyil musthofa muhammadin shollallohu 'alaihi wa sallama wa 'ala alihi wa ash habihi wa azwajihi wa dzurriyyatihi wa ahli baitihi wa liman dakhola fi baitihi ajma'ina, syay...

Kisah Tiga Bersaudara Mengharap Do'a Nabi Khidir

Kisah Tiga Bersaudara Mengharap Do'a Nabi Khidir Tersebutlah tiga orang dari negeri Syam atau Syria sekarang. Nama mereka sebut saja Ubay, Amar dan Hafid. Mereka bermaksud ke Mekah pada musim haji karena ingin bertemu dengan Nabi khidir AS. Nabi khidir AS konon bisa ditemui siapa saja, namun bagi orang awam di Mekah hanya dapat dicari waktu musim haji Akbar yang wukufnya jatuh pada hari Jum’at. “Berarti kita harus mencari di tengah ribuan manusia.”kata Ubay. “Itulah yang sulit,” keluh Amar. “Tapi harus kita coba, bukan ?” sahut Hafid. Keesokan harinya, berangkatlah mereka menuju tanah suci Mekah. Mereka pergi dengan bekal seadanya saja. Alangkah sulitnya perjalanan pada waktu itu. Telah dua minggu lamanya mereka berjalan kaki. Menempuh padang pasir yang luas dan gersang. Tapi belum juga sampai ke tempat yang dituju. Berbagai macam rintangan telah mereka hadapi. Bukan hanya sekedar kekurangan air dan makanan, tapi juga bahaya yang mengancam jiwanya. Kadangkala mereka harus menghada...

Sunan Kalijaga Berguru Kepada Nabi Khidir

Sunan Kalijaga Berguru Kepada Nabi Khidir Pengantar: Bagian ini memuat sebuah prosa yang dikutip dari Suluk · Linglung. Sebuah kitab klasik semacam kumpulan puisi yang berisi : dialog-pertemuan-dan wejangan Nabi Khidir kepada SunanKalijaga . Suluk ini aslinya berbahasa Jawa. menurut penelitiah : penulis isi dari suluk ini hampir sama dengan Serat Dewa Ruci yang  sebelumnya disinyalir oleh para sejarawan sebagai pertemuan Sunan Kalijaga dengan Nabi Khidir. Karena berupa suluk apalagi berisikan wejangan mahaguru para wali. maka orang awam tidak bisa hanya sekali baca langsung : mengerti. Ajaran-ajaran syari'at- ma'rifat-hakikat tingkat tinggi mewarnai suluk ini. PERTEMUAN SUNAN KALIJAGA DENGAN NABI KHDIR  Sete1ah menjalani latihan berat, berupa puasa dan riyadhah-riyadhah lainnya seperti dikubur hidup-hidup selama beberapa hari, Sunan Kalijaga menghadap gurunya yaitu Sunan Bonang. Berkata Sunan Bonang, "Muridku ketahuilah olehmu, jika kau ingin mendapatkan ...
Copyright © Tunjukilah Aku. All rights reserved.